CARA MEMBEDAKAN MIMPI DARI ALLAH TA’ALA ATAU SETAN TERLAKNAT


Mimpi bisa dibedakan menjadi tiga jenis. Dari Allah Ta’ala, atas ulah setan, dan karena kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Mimpi ketiga amat mudah dikenali oleh seseorang. Akan tetapi, bagaimana cara membedakan mimpi yang datang dari Allah Ta’ala atau atas ulah setan yang hendak melemahkan seorang hamba?
“Apabila kamu bermimpi melihat sesuatu yang disukainya,” sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudhri, “maka mimpi itu berasal dari Allah Ta’ala.” Tentunya, makna ‘sesuatu yang disukai’ adalah sesuai fitrah penciptaan atau yang disukai oleh Allah Ta’ala, rasulullah, dan orang-orang yang beriman. Sebab, orang-orang kafir, musyrik, dan munafiq juga memiliki kesukaan. Dan kesukaan mereka sangatlah bertolak belakang dengan segala sesuatu yang dicintai orang-orang beriman.
Nah, jika mengalami mimpi jenis ini, nasihat Rasulullah dalam kelanjutan hadits ini, “Hendaklah ia memuji Allah Ta’ala.” Disebutkan dalam riwayat lain agar hanya bercerita kepada orang-orang yang menyukainya. Sebab, orang-orang yang di dalam hatinya ada dengki, kabar kebaikan juga bermakna buruk dan bencana bagi mereka. Karenanya, berhati-hatilah.
Berkebalikan dari itu, ketika orang-orang yang beriman bermimpi melihat atau melakukan sesuatu yang tidak disukainya, maka hal itu datangnya dari setan. “Dan hendaklah,” tutur Nabi dengan amat bijak sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari ini, “dia meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dan tidak mengisahkannya kepada siapa pun.”
Sebagai jaminan, jika orang yang bermimpi melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, “Karena dia (setan) tidak akan membahayakannya (orang yang berimpi).”
Maknanya, setan hanya membisiki, membuat panik, menggoda, menciptakan was-was, dan sebagainya. Mereka hanya melancarkan serangan untuk melemahkan keimanan seorang hamba.
Melalui mimpi, setan menakut-nakuti agar seseorang senantiasa menjauh dari Allah Ta’ala. Ia juga menyampaikan kebohongan berupa derajat yang tinggi bagi seorang hamba di sisi Allah, padahal mereka merupakan sosok yang paling rendah derajatnya di sisi-Nya.
Hendaknya kita berlaku bijak terkait mimpi ini. Jangan mudah terbujuk nafsu dan mengklaimnya sebagai kebaikan atau langsung memvonisnya sebagai keburukan. Sebab mimpi hanyalah mimpi selama seseorang tidak bergegas menjadi lebih baik dengan semakin mendekat kepada Allah Ta’ala.
Maka, apa pun mimpinya, senantiasalah bersungguh-sungguh untuk menafsirkannya di jalan kebaikan. Bismillah… [Pirman/Kisahikmah]