KISAH NYATA !!! Bagi yang Merasa Hidupnya Susah, Silakan Baca Tulisan ini


Antara sadar dan tidak, sayup-sayup saya mendengarkan pembicaran antara putra kami dengan ibunya,“Maa… jangan dibangunin papa yaa…kasian…malam tadi papa batuk terus…”
“Mama juga kasian sama papa, nak. Tapi kalau tidak dibangunin, ntar dimarahin papa karena langganan yang biasa beli kelapa kan sebentar lagi datang. Nah, sekarang sudah pukul 4.00 pagi..
Tidak tahan saya mendengarkan pembicaraaan antara anak dan istri saya. Betapa mereka amat menyayangi saya.. Sudah seminggu batuk saya semakin parah dan setiap kali batuk ada darah segar keluar. Namun mana tega membiarkan orang-orang yang saya cintai merasa bersalah karena membangunkan saya. Maka dengan memaksa diri, saya duduk dan berusaha tegar, sambil berkata :” Nggak apa-apa... papa sudah agak baikan. Sudah mau jalan ke stasiun kereta yaa?” Hati hati dijalan..
Dengan pandangan mata nanar dan berkaca-kaca, saya mengiringi langkah keduanya hingga menghilang di balik pintu kedai. Yah, setiap hari istri saya ditemani putra kami yang baru berusia 4 tahun, ke stasiun kereta api untuk membeli kelapa yang menjadi barang dagangan saya. Putra kami dalam usia masih balita ternyata memiliki kepekaan yang amat tinggi terhadap penderitaaan kedua orang tuanya. Makanya memaksa untuk ikut menemani ibunya.
Saya tiup lampu colok di dinding ,karena sudah tiga bulan aliran listrik diputuskan petugas PLN,karena tunggakan tidak mampu saya lunasi.
Saya berlutut dilantai semen yang dingin dan berdoa: ”Ya Tuhan, apa salah kami sehingga harus menjalani hidup seperti ini? Sudah tiga tahun kami jalani dan tetap percaya bahwa semuanya akan berubah. Seandainya masih ada hukuman yang harus dijalani, biarlah kutanggung sendiri. Mohon jangan biarkan anak istriku ikut merasakan lagi derita seperti ini. Namun, bukan maunya saya yang terjadi ,melainkan kehendakMulah yang berlaku ya Tuhan,”
Entah ini yang namanya sebuah doa ataupun complain kepada Tuhan, saya sungguh tidak ingin memikirkannya..
Sambil berpegangan di tiang kayu yang sudah melapuk karena atap yang bocor, saya melangkah menuju ke kamar mandi. Mengambil timba dan menurunkannya kedalam sumur. Karena kalau menggunakan airledeng, uang untuk membayar tagihannya yang tidak ada. Jadi air ledenghanya untuk masak dan minum, serta gosok gigi. Sedangkan untuk mandi kami gunakan air sumur yang warnanya kuning kecoklatan.
Namun begitu saya menungging untuk mengangkat timba berisi air, samar-samar tampak bangkai tikus yang sudah mengembung. Mungkin sejak semalaman kecemplung di dalam sumur. Hal ini bukan hal yang luar biasa, karena hampir setiap minggu ada saja tikus yang terjatuh kedalam sumur.
Menguras Air Sumur Hingga Kering
Adanya bangkai tikus yang sudah mengembung ini menyebabkan saya harus kerja keras mengeringkan air sumur agar selanjutnya air dapat digunakan lagi. Dengan menahan rasa sakit dirongga dada, saya mencoba menguras air sumur, namun belum selesai sudah ada yang mengetuk pintu. Ternyata pelanggan yang biasa membeli kelapa.
Dengan sempoyongan, saya mencoba melayani pembeli. Namun pikiran terus pada anak dan istri saya yang sesungguhnya juga tidak dalam keadaan sehat. Putra kami pucat dan kurus kering, juga kadang sering kejang-kejang. Karena kami hidup di pasar kumuh di Tanah Kongsi.
Untuk berobat kedokter, saya sudah menjual cincin kawin dan semua perhiasan istri saya juga sudah ludas untuk digunakan biaya hidup. Sementara utang dagang keliling pada tante kami akibat gagal total dagang antar kota, saya abaikan. Jangakan dilunaskan, membayar angsuran saja juga tidak mampu.
Dijauhi kerabat dan sahabat
Dalam kondisi terpuruk selama bertahun tahun, sungguh kami tidak pernah mengemis pada keluarga, maupun kerabat kami yang kaya. Kami pasrahkan hidup kami sepenuhnya kedalam tangan Tuhan sambil terus bekerja keras siang dan malam.
Tidak jarang untuk makan siang kami harus berutang sebungkus nasi rames untuk dimakan kami bertiga.
Setiap hari, sehabis membantu membelikan kelapa yang masih berkulit di stasiun kereta api, istri saya masih harus buru-buru mandi dan naik sepeda rongsokan untuk pergi mengajar. Tapi sebelelumnya istri saya masih menyempatkan merebus air daun ”dadi dadi kecil” yang entah dicari di mana untuk diminumkan kepada saya guna meredakan batuk saya yang berdarah
Pulang mengajar, dikedai sudah menunggu murid private less. Makan seadanya dan kemudian mulai mengajar hingga sore.
Tidak pernah kami didatangi oleh kerabat kami. Jangankan memberikan bantuan, sekedar menanyakan kondisi kami saja, tidak pernah kami rasakan dalam tahun-tahun penderitaan kami.
Bahkan ketika saya datangi salah satu kerabat kami yang cukup kaya, tidak diijinkan masuk kedalam rumahnya dengan alasan sangat sibuk.
Bersyukurlah Bagi yang Sudah Pernah Merasakan Hidup Menderita
Tujuh tahun sudah berlalu dan hidup kami sudah berubah total…
Setelah menjalani penderitaan lahir batin bertahun-tahun dan hidup kami bisa berubah total, maka terlahirlah rasa syukur yang amat luar biasa. Setiap kami makan dan minum, senantiasa seminimal mungkin untuk beberapa detik kami arahkan hati dan jiwa kami untuk bersyukur kepada Tuhan.
Mungkin rasa syukur kami berlipat ganda atau mungkin juga puluhan kali lebih besar dan mendalam dibanding mereka yang belum pernah merasakan hidup dalam kesengsaraan.
Bagi yang Masih Dalam Berusaha Mengubah Nasib:
  • Tetap tabah.
  • yakinkan diri bahwa hidup pasti akan berubah.
  • fokus dan yakin akan cita-cita hidup, jangan pernah goyah.
  • Jangan harapkan bantuan orang, karena hanya akan memperdalam rasa kekecewaan.
  • Yakinkan diri, tidak akan ada orang lain yang bisa mengubah nasib kita kecuali diri sendiri.
  • Jangan pernah menghayal: bahwa suatu waktu akan datang kerabat yang membawa uang segepok. Karena hanya semakin membuat kita frustasi.
  • Jangan dendam bila dihina orang, jadikanlah cambuk bagi diri untuk lebih kerja keras.
  • Dan tanpa bermaksud menggurui, jangan lupa berdoa; papun agama yang diimani.
  • Percayalah dan yakinkan diri, badai pasti akan berlalu.
catatan:Putra pertama kami yang dikisahkan diatas, sudah 20 tahun lalu domisili di Perth. Putra kedua di Jakarta dan putri kami di Wollongong ,dimana saat ini kami berada.
Tjiptadinata Effendi.
 *) Keterangan Gambar: Di pasar Tanah Kongsi inilah dulu kami hidup bersama putra pertama kami.