KETIKA ‘ALI BIN ABI THALIB MINUM SAMBIL BERDIRI


Mari belajar menjadi pribadi yang mampu menerima perbedaan. Kembali kepada sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah keutamaan. Namun, akuilah bahwa terlalu banyak sunnah Nabi yang belum kita ketahui. Jika pun tidak masuk ke dalam sunnah yang utama, selama perbuatan tersebut pernah dikerjakan, disampaikan, atau Nabi mendiamkannya, maka hal itu masuk dalam kategori amalan yang dilakukan oleh Nabi.
Suatu hari, ada sekelompok orang yang melihat Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dengan pandangan mengejek dipenuhi kebencian. Pasalnya, sepupu yang menjadi menantu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini tengah minum sambil berdiri. “Apakah,” tanya sosok yang menjadi Khalifah pengganti Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan ini, “kalian menatapku dengan pandangan tidak suka karena melihatku minum sambil berdiri?”
Sebagaimana kita ketahui, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan umatnya untuk makan dan minum sambi duduk, dengan tangan kanan, membaca asma Allah Ta’ala, dan sederet sunnah lainnya. Akan tetapi, dari riwayat yang dihasankan oleh sejumlah ulama dan diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam ath-Thahawi ini, kita harus mengakui dangkalnya pengetahuan kita tentang sunnah yang amat banyak jumlahnya.
“Demi Allah,” lanjut pemuda yang pertaruhkan nyawanya di malam hijrah ini, “aku pernah melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum sambil berdiri.” Sambung suami Fathimah binti Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini, “Dan, jika pun aku minum sambil duduk, hal itu semata-mata karena aku pernah melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam minum sambil duduk.
Inilah Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib yang mulia akhlak dan jernih pikirannya. Beliau beramal sebagaimana yang dilihat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, sekali lagi, hendaknya kita bersikap bijak dengan tidak merasa paling benar. Apalagi jika terkait dua hal yang terlihat bertentangan, tetapi dua-duanya pernah dikerjakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Terkait minum ini, tentulah ada yang lebih utama untuk dikerjakan; minum sambil duduk dan sunnah-sunnah terkait minum lainnya. Titik tekannya ada pada sikap. Jangan sampai membenci orang shalih hanya karena pernah minum sambil berdiri. Dan jangan pula memuji orang kafir hanya karena pernah terlihat minum sambil duduk.
Toh, kita tidak ada urusan dengan orang tersebut. Apalagi meneladaninya. Cukuplah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan sahabat-sahabatnya yang menjadi teladan bagi kita. [Pirman/Kisahikmah]