Haru Kopda Suprat Saat Tinggalkan 7 Murid Mengajinya di Perbatasan Papua


Di tengah-tengah tugas menjaga perbatasan Papua-Papua Nugini di Keerom, Kopda Suprat turut mengajar mengaji. Kini ia harus berpisah dengan 7 anak didiknya.

Kopda Suprat bersama sejumlah personel Yonif 400/Raider tergabung dalam Satgas Pengamanan perbatasan RI-PNG di Kabupaten Keerom, Papua. Selama bertugas, Suprat juga membantu warga memberikan bimbingan bagi anak-anak mereka untuk belajar agama.

Ada 7 anak pendatang yang belajar mengaji dengan Suprat di Pos Wembi, pos tempatnya bermarkas di Distrik Arso Timur, Keerom. Mereka adalah anak-anak pendatang dari Sulawesi dan Jawa yang merupakan umat muslim dan menjadi kelompok minoritas di wilayah tersebut.

Selama 10 bulan bertugas bersama Satgas yang dipimpin oleh Letkol Inf H Bambang Wahyudi tersebut, kini Suprat harus kembali ke markasnya di Semarang di bawah jajaran Kodam IV/Diponegoro. Bapak 1 anak ini mengaku sedih harus meninggalkan putra/i muridnya mengaji.

"Sangat mengharukan. Saat kami pamitan kemarin mereka meneteskan air mata," ungkap Suprat yang kini sedang dalam perjalanan menuju Semarang dari Papua dengan kapal laut saat berbincang dengan detikcom, Senin (5/10/2015).

Banyak kisah dan pengalaman yang dirasakan Suprat selain tugas pokoknya menjaga perbatasan RI-PNG. Terutama saat awal-awal, kesulitan dirasakannya ketika mengajar 7 anak muridnya itu.

"Ya yang menjadi kesulitan anak-anak ini kan sejak lahir sudah di Papua. Budayanya berbeda dengan tempat asalnya. Mereka mengikuti pergaulan di sana, etikanya masih kurang," kata Suprat.

Seiring dengan waktu, ketujuh anak ini pun berubah dan bisa mengikuti ajaran Islam dengan lebih baik dari sebelumnya. Pasalnya bukan hanya sekedar membaca iqra atau alquran, selama mengajar Suprat juga mengajarkan salat dan ilmu agama lainnya

"Alhamdulillah sekarang sudah banyak berubah. Misalnya ketika mendengar adzan harus bagaimana, kami ajarkan mesti apa. Saya dibantu oleh Praka Arif," tutur prajurit yang pernah bertugas di Aceh saat masih menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) itu.

Atas apa yang dilakukan oleh Suprat bersama tim satgasnya, warga bersama-sama membangun musala di Pos Wembi. Kemudian 7 KK pendatang yang bergama muslim juga menginginkan agar ada musala umum yang dibangun di wilayah tempat tinggal mereka.

"Awalnya sempat tidak diizinkan oleh pimpinan agama di sana, lalu kami jembatani akhirnya boleh. Di sana kan itu jalur Trans Papua dan banyak yang lewat sana kalau menuju ke perbatasan. Akhirnya musala di bangun," tutur Suprat lega.

Meski harus kembali ke tanah Jawa, Suprat tak merasa khawatir meninggalkan anak didiknya yang sudah mulai belajar alquran tersebut. Pasalnya tugas mengajarnya sudah ia delegasikan kepada satgas penggantinya dari Yonif Linud 431/Kostrad, Makassar.

"Sudah saya timbang terimakan kepada satuan pengganti. Itu yang menjadi harapan khusus saya agar kegiatan mengajar itu terus berkelanjutan, apa yang sudah kami rintis," harap pria asal Magelang ini.

Suasana haru tercipta saat Suprat dan tim satgasnya berpamitan kepada warga. Masyarakat pun membawakan mereka 'bekal' konsumsi yang bisa berguna selama tim berada dalam perjalanan.

"Mereka berbondong-bondong datang ke pos. Membawakan bekal makanan dan minuman untuk kami. Air mineral, makanan kaleng yang bisa awet lama. Mereka sampai segitunya karena antusiasme yang begitu besar terhadap kami," tutup Suprat.
(elz/ega)